Minggu, 03 Juli 2011

nifa dan aa


Yakinlah, ini adalah kisah indah ku bersamanya. Dalam lamunan panjang semasa praremaja, aku selalu memimpikan sesosok pria dewasa yang tulus menyayangi dan rela membuatku bahagia. Saat mata terpejam dan mulai membayangkannya bagai dongeng indah pengantar tidur. Dan aku percaya di usia ke-19 ini aku mendapatkannya. Gadis belia yang tentu saja dimabuk asmara merasakan ketakjuban cinta yang tak terbatas. Teringat satu tahun yang lalu ketika pertemuan kami begitu kaku. Sesosok wanita yang segan terhadap seniornya, menyebut nama pria itu dengan terbata-bata. Bercerita seakan mengeja abjad. Hm… kini sudah tak ada lagi keseganan, dengan santainya aku berani memegang kepala pria dewasa itu dan memainan rambut hitamnya.

Usia ku tertaut 4 tahun lebih muda dari laki-laki yang sering ku panggil ’aa’. Dia terlihat dewasa, tentu saja sedikit banyak usia mepengaruhi jalan fikirnya. Dan aku senang, dia selalu memanjakanku, membuatku sering tertawa lepas serasa tak ada masalah dalam hidup. Yang paling aku senangi ketika ia memainkan kepalaku dengan sebelah tangannya, atau ketika aku bersandar dalam lahunannya, atau juga ketika dia membelai rambutku ketika aku tidur, atau ketika aku duduk dipangkuannya. Iah.. ternyata banyak juga yang aku rindukan bersamanya. Aa is perfect for me!

Sempat aku heran, aku merasa dia menganggapku sebgai adik kecilnya dan memang nyatanya aku merasa dia seperti seorang kaka, sempat juga aku menganggapnya sebagai sahabat curhat.. tapi sekarang tidak, karena aku mulai memilah cerita untuk berbagi dengannya, karena tak semua cerita dariku membuatnya senang, ada hal yang sensitive untuk dibagikan. Dan aku memilih untuk memendamnya. Tapi yang jelas status kami adalah sepasang pria dan wanita yang memadu kasih. Itu artinya kami berpacaran. Dia pacar saya, dan saya pacar dia. Sebuah statement yang jelas, bukan?

Dan banyak hal lagi, sahabat terdekatku bahkan selalu merasa iri jika melihat kami berdua.entah apa yang kami lakukan, aku rasa sesuatu yang wajar jika aku dan aa bertukar cerita, senang, sedih, duka, canda, tawa. Atau saat kami saling ledek , saat kami bermesraan, saat aku dimanjakan. Mungkin hal tersebut sudah terbiasa untukku, dan aku sadar itu spesial dimata orang..

Aa baik?? Oh jelas.. fisik dan materi selalu ia berikan, tanpa dan atau dengan meminta. Bagiku dia spesies yang jarang. Haha.. dan itu hal yang terindah karena aku memiliki makhluk unik yang sangat baik.

Tapi jangan dikira, ada juga hal yang membuatku enek, kesel , marah, bahkan membuat air mata ini bercucuran. Wajarlah memang cerita selalu ada yang kontra. Dan yang kontra itu adalah saat aa sedang di rumahnya . hal pertama yang tak aku suka, dia seolah lupa dengan statusnya sebagai seorang pacar. Lupa waktu. Dalam sehari saja telfonnya tak lebih dari 3 kali. Smsnya pun singkat dan jarang. Aku tau dia sibuk, tapi aku lebih suka dia mebgai waktu. Meluangkan banyak waktu untuku meski hanya lewat handphone. Berkali-kali aku bilang aku tak suka long distance, aku tak suka yang tak berwujud, dan aku tak suka dicuekkan.

Ada option yang dapat membelanya, dia adalah anak yang sangat patuh dan berbakti pada orangtuanya. Dia penakut dan tak bisa membantah orangtuanya. Memang sikap teladan seorang anak. Tapi tak istimewa untukku. Sempat terfikir, apa jadinya kelak jika dia tak lagi tunduk pada istrinya,pada kewajibannya sebagai seorang suami, bahkan jika kelak ia menjadi seorang ayah tapi dia akan lebih tunduk pada kedua orangtuanya yag sudah tidak lagi menjadi kewajiban nya. Oke lah kalau dia bersikap sepperti ini karena aku hanya seorang pacar. Tapi apa ada jaminan dia akan merubah sikapnya jika aku menjadi istrinya??

Yang aku rasa hanya itu yang menjadi kendala dalam hubunganku. Aku memiliki calon mertua yang posesif terhadap anaknya. Dan hanya ada satu jalan, kelak jika kami menikah, maka aku memilih untuk tinggal bersama suamiku yang terpisah dari mertua. Bukankah ketika ia dan aku disini tak pernah ada masalah besar,?

Aku cukup tau bahwa aa adalah tulang punggung keluarganya,tapi bukan dengan cara aa dipaksa untuk melakukan hal yang tidak ia sukai. Toh imbas ketika ia kesal , aku juga yang kena getahnya.

Aku sayang keluarganya, dan aku juga ingin membahagiakan mereka. Tapi aku tak suka cara mereka memperlakukan aa.

Ketika aku dan orangtuanya memiliki pendapat yang berbeda, maka di mata aa omonganku tak lebih dari kapas yang bertebaran. Sedangkan omongan mereka adalah cambuk panas yang memaksa aa untuk patuh.

Dan yang ingin aku tanyakan.. apa aa mampu mebelaku ? mndengarkan apa yang aku katakan, dan menuruti apa yang aku perintahkan? Dan apa ia sanggup mengistimewakan aku dari pada orangtuanya? Kelak jika ia menjadi pasangan hidupku. Sering aku menjerit dalam hati dan menangis saat aku meikirkan hal itu. Hal yang mampu mengganggu jalan fikir ini. Karena sikap itu yang mebuat aku ragu mempertahakannya. Lebih baik aku mundur daripada menyiksa batinku sendiri. Mungkin allah menciptakan makhluk lainnya yang lebih mampu menyayangiku dengan segala kekurangan.. wallohu alam