Minggu, 03 Juli 2011

nifa dan aa


Yakinlah, ini adalah kisah indah ku bersamanya. Dalam lamunan panjang semasa praremaja, aku selalu memimpikan sesosok pria dewasa yang tulus menyayangi dan rela membuatku bahagia. Saat mata terpejam dan mulai membayangkannya bagai dongeng indah pengantar tidur. Dan aku percaya di usia ke-19 ini aku mendapatkannya. Gadis belia yang tentu saja dimabuk asmara merasakan ketakjuban cinta yang tak terbatas. Teringat satu tahun yang lalu ketika pertemuan kami begitu kaku. Sesosok wanita yang segan terhadap seniornya, menyebut nama pria itu dengan terbata-bata. Bercerita seakan mengeja abjad. Hm… kini sudah tak ada lagi keseganan, dengan santainya aku berani memegang kepala pria dewasa itu dan memainan rambut hitamnya.

Usia ku tertaut 4 tahun lebih muda dari laki-laki yang sering ku panggil ’aa’. Dia terlihat dewasa, tentu saja sedikit banyak usia mepengaruhi jalan fikirnya. Dan aku senang, dia selalu memanjakanku, membuatku sering tertawa lepas serasa tak ada masalah dalam hidup. Yang paling aku senangi ketika ia memainkan kepalaku dengan sebelah tangannya, atau ketika aku bersandar dalam lahunannya, atau juga ketika dia membelai rambutku ketika aku tidur, atau ketika aku duduk dipangkuannya. Iah.. ternyata banyak juga yang aku rindukan bersamanya. Aa is perfect for me!

Sempat aku heran, aku merasa dia menganggapku sebgai adik kecilnya dan memang nyatanya aku merasa dia seperti seorang kaka, sempat juga aku menganggapnya sebagai sahabat curhat.. tapi sekarang tidak, karena aku mulai memilah cerita untuk berbagi dengannya, karena tak semua cerita dariku membuatnya senang, ada hal yang sensitive untuk dibagikan. Dan aku memilih untuk memendamnya. Tapi yang jelas status kami adalah sepasang pria dan wanita yang memadu kasih. Itu artinya kami berpacaran. Dia pacar saya, dan saya pacar dia. Sebuah statement yang jelas, bukan?

Dan banyak hal lagi, sahabat terdekatku bahkan selalu merasa iri jika melihat kami berdua.entah apa yang kami lakukan, aku rasa sesuatu yang wajar jika aku dan aa bertukar cerita, senang, sedih, duka, canda, tawa. Atau saat kami saling ledek , saat kami bermesraan, saat aku dimanjakan. Mungkin hal tersebut sudah terbiasa untukku, dan aku sadar itu spesial dimata orang..

Aa baik?? Oh jelas.. fisik dan materi selalu ia berikan, tanpa dan atau dengan meminta. Bagiku dia spesies yang jarang. Haha.. dan itu hal yang terindah karena aku memiliki makhluk unik yang sangat baik.

Tapi jangan dikira, ada juga hal yang membuatku enek, kesel , marah, bahkan membuat air mata ini bercucuran. Wajarlah memang cerita selalu ada yang kontra. Dan yang kontra itu adalah saat aa sedang di rumahnya . hal pertama yang tak aku suka, dia seolah lupa dengan statusnya sebagai seorang pacar. Lupa waktu. Dalam sehari saja telfonnya tak lebih dari 3 kali. Smsnya pun singkat dan jarang. Aku tau dia sibuk, tapi aku lebih suka dia mebgai waktu. Meluangkan banyak waktu untuku meski hanya lewat handphone. Berkali-kali aku bilang aku tak suka long distance, aku tak suka yang tak berwujud, dan aku tak suka dicuekkan.

Ada option yang dapat membelanya, dia adalah anak yang sangat patuh dan berbakti pada orangtuanya. Dia penakut dan tak bisa membantah orangtuanya. Memang sikap teladan seorang anak. Tapi tak istimewa untukku. Sempat terfikir, apa jadinya kelak jika dia tak lagi tunduk pada istrinya,pada kewajibannya sebagai seorang suami, bahkan jika kelak ia menjadi seorang ayah tapi dia akan lebih tunduk pada kedua orangtuanya yag sudah tidak lagi menjadi kewajiban nya. Oke lah kalau dia bersikap sepperti ini karena aku hanya seorang pacar. Tapi apa ada jaminan dia akan merubah sikapnya jika aku menjadi istrinya??

Yang aku rasa hanya itu yang menjadi kendala dalam hubunganku. Aku memiliki calon mertua yang posesif terhadap anaknya. Dan hanya ada satu jalan, kelak jika kami menikah, maka aku memilih untuk tinggal bersama suamiku yang terpisah dari mertua. Bukankah ketika ia dan aku disini tak pernah ada masalah besar,?

Aku cukup tau bahwa aa adalah tulang punggung keluarganya,tapi bukan dengan cara aa dipaksa untuk melakukan hal yang tidak ia sukai. Toh imbas ketika ia kesal , aku juga yang kena getahnya.

Aku sayang keluarganya, dan aku juga ingin membahagiakan mereka. Tapi aku tak suka cara mereka memperlakukan aa.

Ketika aku dan orangtuanya memiliki pendapat yang berbeda, maka di mata aa omonganku tak lebih dari kapas yang bertebaran. Sedangkan omongan mereka adalah cambuk panas yang memaksa aa untuk patuh.

Dan yang ingin aku tanyakan.. apa aa mampu mebelaku ? mndengarkan apa yang aku katakan, dan menuruti apa yang aku perintahkan? Dan apa ia sanggup mengistimewakan aku dari pada orangtuanya? Kelak jika ia menjadi pasangan hidupku. Sering aku menjerit dalam hati dan menangis saat aku meikirkan hal itu. Hal yang mampu mengganggu jalan fikir ini. Karena sikap itu yang mebuat aku ragu mempertahakannya. Lebih baik aku mundur daripada menyiksa batinku sendiri. Mungkin allah menciptakan makhluk lainnya yang lebih mampu menyayangiku dengan segala kekurangan.. wallohu alam

Selasa, 12 Januari 2010

11 january 2010



Dalam kanvas ingatan 11 januari 2010
Pagi ini aku merapikan pakaian ku dan berdandandan elok. Bersiap untuk menyiapkan pertemuan yang aku nantikan dengan pria yang aku cintai. Beberapa hari ini aku terlibat perseteruan besar,. Aku berharap kali ini aku berhasil memperbaiki puing-puing cinta yang sebelumnya telah aku hancurkan.
“Reva… makan dulu sayaang”.. mama memanggil dengan kata-kata mesranya. Seperti biasa mama selalu menyiapkan segala kebutuhanku. Tapi tak kuhiraukan kata-katanya. Aku takut tertinggal metro mini yang akan mengantarkan ku di bunderan cibiru. Tempat aku berjanji akan menemui kakak ku kireina . aku sudah rindu armada merah-putih yang senantiasa mengantarkan ku ke tempat yang aku mau. Akrab kupanggil benda itu dengan sebutan brang-brang (motor pribadi kesayanganku).
Sial..!! metro mini ini sering berhenti menunggu penumpang lainnya. Padahal sudah habis semua tempat duduk. Bersama matahari yang semakin naik terasa membakar kulitku. Ingin rasanya aku banting sopir tua itu. Tapi aku bertahan disini sampai kendaraan ini sampai pada tujuanku. Tak lama dari itu naik segerombolan anak SMA kedalam bis . membuat keadaan disana semakin kacau bagiku. Jika dilihat secara fisik dan kasat mata, bis ini sudah tak layak operasi. Dengan atapnya yang sudah rapuh, kursi yang sudah tak nyaman diduduki. Tapi sopir ini terus memaksakan diri. Ya… semakin panas lagi. Aku terus bergumam mengeluhkan keadaan ini.
Sesampainya di jalan Ahmad Nasution itu aku berdiri di depan apotek menunggu kireina mengembalikan brang-brang. Sudah dua puluh menit.. detik jam terus berputar. Tapi kireina tak muncul juga. Sempat muncul di otak jailku. Pura-pura saja aku menjadi pembeli di aoptek itu agar aku mendapatkan tempat duduk setidaknya aku terhindar dari matahari yang tak bersahabat. Tapi tak kulakukan itu. Aku tetap berdiri menanti kireina. Ahh.. pakaianku tampak kusut, dalam cermin itu ku lihat make-up tak terlihat lagi di wajahku. Hanya keringat yang terus keluar dari pori-pori dan menghancurkan penampilanku hari ini.
Dalam penantian itu aku tak tahu cara apa yang bisa aku pakai sebagai alasan untuk mempertemukanku dengan Tara. pria yang ingin aku temui. Mengingat Tara sedang menyelesaikan tugasku menggandakan CD. Aku kirim saja pesan singkat “Tara.. reva sedang di depan apotek bunderan, reva mau ambil CD nya. Biar nanti reva yang datang ke kostan kamu”. Aku harap pesan pembuka itu dapat dimengerti. Tak kukira dia datang menghampiriku. Dengan motor cepernya itu dia menawarkan tumpangannya. Tapi aku monolak tawarannya karena aku sudah memiliki janji dengan kireina. Sepuluh menit setelah Tara meninggalkanku, batang hidung kireina belum juga terlihat. Benar-benar kesal menunggu sesuatu dengan kesendirian.
Banting sana banting sini. Sudah tak betah diam dengan kaki yang semakin pegal. Akhirnya.. disebrang jalan sana kireina datang, dia menyuruhku menyebrang. Kesal sudah aku terhadap kelakuannya, aku ingin dia yang menghampiriku. Tapi mustahil mengingat kireina merupakan pengendara pemula dia tak mugkin bisa menyebrangkan motor. Sudahlah aku mengalah, kudekati dirinya dan segera kunaiki motor itu menuju kostan Tara dengan membiarkan kireina berjalan kaki mencari mobil angkot yang akan membawanya pulang.
Sesampainya di kostan Tara yang berukuran 5x3 meter itu tak banyak kata yang aku lontarkan. Dengan suasana kaku itu aku hanya dapat berkata “aku ambil CDnya, maaf sudah merepotkan”. Lalu Tara menggenggam erat tanganku dengan sangat hangat. “tunggu va.. Tara ingin kita mengakhiri hubungan ini dengan cara yang baik”. Dia mengeja kata-katanya dan aku mengucapkan permintaan maaf atas kekurangan ku selama ini serta berterimakasih atas apa yang selama ini Tara berikan pada ku.
sesaat mata ini tertuju pada jari manisnya, disana terpasang cin-cin perak bermotiv ikan. Tak lain adalah cin-cin yang pernah dipakai ria. Adik angkat yang selalu ia ceritakan dengan penuh kasih sayang. Tapi tak kupedulikan itu. Aku bertahan meredam emosi dan tak lama dari kejadian itu handphone qwerty nya bergetar. Aku baca kotak dialog pesan pada tampilan layar depan tertulis sebuah laporan pesan gagal pada Vic. “Anjing..” kata-kata spontan menemani emosiku yang saat itu membludak. Vic adalah wanita yang paling aku benci, entah apa yang dilakukan wanita itu yang jelas aku tak suka Tara berhubungan dengan dia. Terlebih lagi Tara pernah berjanji untuk tidak akan pernah menghubunginya lagi.
Sakit sekali, bagai disiram larutan garam diatas luka yang masih basah . otak panasku berkata bahwa Tara sudah menghianatiku mentah-mentah . baru lima menit tadi dia katakana padaku sakitnya kehilangan seorang reva dan begitu berat melepas kepergianku. Tapi itu hanyalah kata-kata gombal tak memiliki arti apapun bagai puisi-puisi pujangga para idiot. Aku muak pada laki-laki berbadan gelap itu. Niatku untuk memperbaiki hubungan ini aku cabut.
Sesegera aku pergi meninggalkan kamarnya yang tak rapih dengan seribu kekecewaan dan dendam yang membara. Aku berjanji untuk mengahcurkan Tara. seperti apa yang ia lakukan padaku hari ini. Aku tak terima dengan perlakuannya. Siapa dia?? Berani menghianati ku.
Aku belokan stir motor menuju kostan ku . Aku membantingkan badan diatas kasur beralas sprai merahmuda. Dipojok kanan terlihat dua boneka besar yang selama ini kujaga dan kurawat. Mengingat dua boneka itu adalah pemberian Tara, aku masukkan keduanya dalam plastic besar. Aku tak mau ada suatu apapun yang dapat mengingatkanku pada laki-laki jahat itu. Aku termotivasi mengumpulkan barang-barang yang berkaitan dengan Tara dan segera aku kembalikan padanya. Tanpa memperimbangkan moment-moment indah saat Tara memberikannya padaku dengan tulus.
Aku lempar semua barang-barang itu di depan kamarnya. Dan aku bergegas meninggalkan tempat panas ini. Tiba-tiba handphone biru ku bergetar, sesaat setelah ku buka tas kotak hitam itu mataku tersinar oleh kilauan permata dikalung dolphin yang juga pemberian Tara. ah.. Sial.. lagi-lagi harus kukembalikan pada Tara. malas sekali jika aku harus kembali ke kamarnya. Kukirim saja pesan singkat pada nya “aku tunggu di depan kostan kamu, ada sesuatu yang harus aku berikan”. Dengan nada seruan itu Tara datang. Langsung saja ku berikan kalung itu. Tapi Tara malah menaruhnya di kotak motorku. Aku paksa dia agar mengambilnya tapi dia malah pergi membiarkan kalung itu terjatuh diatas aspal berdebu. Sudahlah aku simpan saja kalung itu dikamarnya. Aku lebmpar kalung itu lewat jendela kamarnya yang terbuka. Dan aku kembali pada motor kesayanganku. Sialnya Tara mengambil kunci motor yang masih digantung disana.
kamu fikir aku ga bisa pulang tanpa motor ,apa?? Aku bisa ngelakuin apapun yang aku mau!! Ambil saja motor itu biar kamu puas
dengan nada penuh kekesalan aku pergi menuju gerbang kostannya. Lalu Tara menarik tanganku dengan kasar, melontarkan kata-kata dengan nada membentak. Sungguh semuanya semakin membuat aku muak melihatnya. Banyak orang-belalu lalang melihat event buruk ini. Dan aku tahu sikap ini sangatlah tidak dewasa. Aku redam emosikiu dan sedikit mengalah mengikuti keinginannya untuk membicarakan semauanya dengan lapang dada . aku dan Tara kembali menuju kamar. Duduk manis dan mebicarakannya secara perlahan. Tara memintaku untuk mengambil semua barang pemberiannya, tapi aku tetap pada pendirianku. Biarkan saja dia meminta, hingga bersujudpun tak akan aku pedulikan.
Tara mengucapkan kata-kata dengan sangat hati-hati, terlihat mengeja dan terbata-bata. Aku membiarkannya berbicara panjang lebar tanpa menghiraukan sedikitpun. Aku hanya mendengarkan kata-kata yang monoton tanpa menanggapinya. Dimatanya kulihat ada air mata menggenang tak terbendung. Airmatanya jatuh diatas tanganku. Terasa hangat dan mengharukan. Jujur, aku masih sangat menyayanginya. Tapi aku mencoba memperlihatkan sikap tegas yang begitu dingin. Membuatnya merasa bersalah setidaknya membuat aku merasa puas. Aku ingin dia merasakan segala kekecewaanku. Aku terus mengingat perlakuannya yang begitu kasar diluar sana. Tara menjorokan kepalaku, benar-benar merupakan hal yeng melecehkan derajatku sebagai manusia. Aku terus mengingatnya agar hati ini tak luluh oleh kata-kata tak berbobot itu.
Kurasa hubungan yang awalnya membaik ini sudah cukup!! Aku putuskan ikatan ini tanpa pengharapan untuk kembali sedikitpun. Perlakuan kasarnya membuat ku jera. Aku takut hal itu terulangi, apalagi datang dari orang yang begitu aku cinta. Selamat jalan Tara.. semoga kau mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku sadar.. aku hanyalah manusia yang jauh dari kesempurnaan dengan segudang ketrbatasan.
// komentar sang penulis:
Dalam lubuk hati ini kuikhlaskan kepergian mu.. semoga cerita yang kutulis ini dapat menjadi sebuah kenangan nyata dan memotivasi kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi..
Reva sayang Tara //

Minggu, 10 Januari 2010

my FamilY

Aku, dibesarkan ditengah keluarga yang lengkap dengan hiruk pikuk kesusahan. Bukan maksudku menampik segala kenikmatan yang aku dapat dalam kehidupan ini. Semuanya berjalan bagai air , tak tenang seperti danau dengan keindahan kilauan hexagonal nya. Mungkin aku ditakdirkan hidup bagaikan berkelana diatas ombak lautan. Kadang tenang, selebihnya adalah ombak-ombak liar yang membuatku terperangkap untuk melewatinya. Bersama keluarga yang tidak utuh tanpa kepala keluarga.
Ibu adalah satu-satunya harta yang patut aku banggakan, harta satu-satunya yang aku miliki didunia ini. Dia bertahan memperjuangkan kelayakan kami bersama hidupnya diatas garis kemiskinan. Wanita paling tegar yang aku kenal. ia tak pernah meneteskan air mata setetespun hanya untuk mengeluh nasib pemberian Tuhan yang selalu Ia Agungkan.
Ia mengajarkan ke-empat anaknya untuk selalu mensyukuri jiwa yang telah Tuhan anugerahkan. Baginya Tuhan terlalu baik menciptakan kami menjadi anak yang ia harapkan. Tapi sampai saat ini aku belum menemukan keagungan Tuhan itu. Sebatas iman untuk mempercayai besarnya Keagungan Tuhan tanpa melihat keindahan yang Tuhan berikan bagi hidup kami.
Dengan ekonomi yang pas-pasan, ibu berjuang memberikan pendidikan semampunya kepada kami, ibu selalu berusaha memenuhi kebutuhan dunia pendidikan, tanpa kami tahu berapa sakit yang ia tahan untuk selalu mempertahankan keutuhan keluarga. Dan aku berharap semoga Tuhan menjadikan keringatnya sebagai saksi kesabaran yang akan menolongnya diakhirat kekal dan menjadikan butirannya sebagai cahaya yang berkilauan di Surga nanti.
Dengan ini tentu saja, aku sadar bahwa ibu menaruh harapan besar pada anak-anaknya untuk mengubah kehidupan kami menjadi keluarga yang dihargai dengan kejayaannya. Dan aku berjanji, airmata yang sering menjadi bukti keluhan ini kelak akan menjadi saksi nyata baktiku kepada ibu.

JeriTAn Hati


Rindu untuk mu.

Sejak awal libur kuliah ditambah lagi saat kau tengah sibuk berlibur, aku tak sempat lagi melihatmu. Jarak yang begitu kejam memisahkan kita. tiga hari dalam kalender saja rasanya bagai sebulan dalam hitungan perasaan. Untung masih ada teknologi modern setia mengantar suaramu, bercanda ria dalam telpon berbumbu senyum, kembali mengingatkan aku pada wajah mu yang begitu mempesona, aku gambar wajah ceriamu dalam kanvas ingatanku. Ah, tapi belum semanis aslinya.

Selama ini aku terjebak dalam kerinduan emosional. Rindu yang membuat mabuk cinta. Dalam lamunanku selalu tergambar kau seorang yang selalu aku nanti. Sepenuhnya, aku sadar wajah mu tidaklah istimewa, tapi kau begitu manis dalam hatiku. Melihat kau tersenyum adalah kesempurnaan. Memang tak ada ada alasan untuk itu, ternyata memikat juga.

Perhatianmu yang tak pernah terbayang sebelumya ternyata begitu hangat, menyaingi kehangatan sang matahari untuk bumi. Bahkan bintang saja terlihat lebih redup dibandingkan aura pesona mu. Suaramu dalam telepon yang menjadi penutup makan malam ku pengantar tidur yang sangat membahagiakan. Bahkan kau lancang meyeruduk dalam mimpi. Menarikan bunga-bunga tidur dan berlompat-lompat kecil bersamamu. Aku terbaring dalam pelukmu mu dan kau membelai rambutku begitu tulus.indah sekali.

Rasanya aku malas untuk bangun, tersadar kembali pada kehidupan yang lebih nyata. Kau disana yang semakin jauh membuat aku gila kembali, gila kerinduan. Tapi rindu ini tidaklah berarti jika hanya aku yang merindukanmu. Bagai angka nol (0) berdiri sendiri yang tak memiliki arti apapun.

Satu minggu tanpa teleponmu adalah penderitaan. Aku tak tahu apakah aku menderita atau justru bahagia memiliki rasa rindu yang begitu dalam ini. Ingin aku buang saja telepon jelekku jika tak lagi mendengar suaramu.

Sungguh aku tak paham makna kerinduan ini, tapi tak apalah. Lebih baik aku tak memahaminya. Karena rasa rindu itu akan menjadi hal yang misterius. Yang akan kebih dahsyat menggetarkan degup jantung saat mengingatmu. Bukankah hal yang misterius itu lebih membuat panasaran? Dan aku tak ingin kehilangan rasa penasran itu. Penasaran yang mengantarkanku pada penantian. Karena aku akan terus menantimu.

Jahat sekali, kerinduan itu hingga tak dapat lagi dijinakkan. Dalam waktu kuliahpun aku selalu terbayang-bayang olehmu. Buku kalkulus saja yang begitu menghawatirkan otak-otak mahasiswa jika dibacanya justru menjadikan kenikmatan yang tak terkira.karena pada setiap halamannya tersirat senyummu yang manis. Sungguh rindu itu tak mengenal ruang dan waktu.

Aku selalu menanti waktu luang agar cepat menghubungimu, hingga bercucuran keringat yang begitu deras saat kerinduan ini sulit ditahan. Kerinduan ini bukan saja rindu untuk bertemu, tapi juga rindu untuk berbagi. Berbagi rasa dan cerita. Banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan. Satu malam penuh pun mungkin tak cukup.

Sabtu malam dan minggu siang, menjadi moment yang selalu aku tunggu. Saat itulah kita bertemu, egoku dalam hati, rasanya hari-hari itu ingin kujadikan hari libur nasional. Tanggal merah yang membahagiakan. Ketika dua insan dipertemukan. Tak rela jika moment itu terlewatkan begitu saja. Selalu aku mengharapkanmu karena kau yang selalu aku cinta.

Saat bertemu dengan mu, kau tampak lebih mempesona dari gambar-gambar yang terus aku lukis dalam kanvas imajinasiku. Satu jam saja dengan mu rasanya bagai tiga detik. Sungguh detik-detik yang mempermainkan perasaan. Jika kau jauh, maka waktu terasa lebih lama. Jauh lebih singkat dan detik jam begitu cepat jika kita sedang bersama.

Kerinduan inilah yang mengajarkanku menjadi manusia yang penuh gombalisasi. Aku buta pada kecacatanmu. Sesuatu yang wajar Dalam dirimu menjadi objek pujianku. Sesuatu yang lebih darimu menjadi kesemuprnaan. Kau lebih baik dari segalanya. Jikalah ada kejelekanmu. Maka ia takan pernah terlihat. Kejelekan dalam dirimu, bagai jarum tertimbun jerami yang sulit dicarikan. Kalaulah ia tampak, maka secepatnya aku modifikasi agar kejelekan itu menjadi hal yang unik.

Terkadang gombal itu menjadi senjata menaklukanmu, walau itu terkesan berlebihan. Tapi aku tahu, kau pasti senang. Karena aku juga sering merasa senang saat kau berlebihan menilai kepribadianku. Kadang aku katakan “tak ada lagi yang aku butuhkan selain dirimu”. Padahal nyatanya, masih banyak yang aku inginkan di dunia ini. “kebahagianku adalah saat bersamamu”. Tidak begitu juga. Aku merasa senang saat melihat laki-laki tampan berjalan didekatku dengan aroma tubuhnya yang begitu wangi melepas senyumnya yang sangat menawan mampu mendebarkan jantungku bagaikan dikejar singa berkaki empat. Oia?? Lalu tanggapan “tai kotok bagai strawberry” ada juga yang bilang bagai rasa coklat. Sungguh itu lebih berlebihan dari gombalanku,bukan?

Berbagi cerita lewat telepon cukup menjadi pengobat rindu. Walau obat sebenarnya hanyalah jika aku bertemu dengan mu. Tapi terkadang ada saja kosa kata yang membuatmu salah arti, mungkin aku yang salah merangkai cerita atau kau yang terlalu cepat menanggapi sehingga timbul salah paham. Kau menutup telepon tanpa berpamitan dan akhirnya kau mematikan saluran teleponmu. Itu menjadi hal yang sangat mengerikan. Ketika kau marah, dan aku hanya bisa diam menunggu nomor teleponmu aktiv kembali. Menjadi waktu yang sangat membosankan. Aku takut kehilangan dirimu dan begitu takut jika ikatan ini terlepas.

Satu kalimat saja dengan nada tinggi melengking seolah membentaku, terasa sangat sakit. Bagai disambar petir. Dan inilah penyakit ku yang kadang kumat. Penyakit lebay. Aku sadar bahwa aku seorang perempuan yang memiliki hati yang peka, lembut, dan sensitive seperti para wanita pada umumnya. Normalnya aku hanya ingin dimengerti dan sepenuhnya dipahami. Itulah tekanan tanpa tuntutan yang sudah menjadi ego tersendiri.

Ada Kau Dihatiku

Tiba-tiba saja aku berfikir serius tentang kerinduan, pengabdian, pengorbanan, ketulusan, dan hadiah. Bukankah itu adalah ranting yang tumbuh karena cinta?

Terkadang aku merasa aneh, aku selalu merindukanmu, kerinduan yang menerpa begitu dahsyat. Sering sekali aku berfikir bagaimana cara membuatmu bahagia, bukan memikirkan bagaimana membahagiakan diri sendiri, itulah pengorbanaan yang benar-benar tulus sebagai hadiah terindah untukmu.

Sungguh aku sadar, pengabdian itu hanya untukmu. Karena hanya ada kau dihatiku.

Tak perlulah aku memikirkan sampai kapan kita akan bersama, kapan kau akan meninggalkan aku dan kapan kita berpisah. Aku ikhlas menjalani hubungan ini.

Setianya cinta sejati yang rela memberi tanpa harus menerima. Meski jauh dalam egoku untuk memiliki cinta sepenuhnya dan raga seutuhnya.

Aku begitu lancang mengingankan banyak hal dari dirimu, nyatanya aku belum bisa menjadi perindu sejati, siap mengabdi tanpa pamrih, dan bahagia atas pengabdiannya.

Dalam kerinduan itu aku masih menyisakan egoisme. Aku ingin kau begini, kau begitu. Aku ingin ini dan itu. Ternyata aku belum bisa mencintaimu dengan kedewasaan. Aku masih memiliki ego untuk memenuhi kepuasan diri.

Cintaku terbilang manja dengan kepribadian yang begitu cengeng. Bukan hanya rindu saja yang kadang menyiksa. Tentunya tuntutanku membuat batin tersiksa. Entah apalagi yang aku mau. Kadang aku tak suka dengan apa yang kau lakukan, aku menginginkanmu lebih dari itu.

Ketika kau tak sadar melakukannya, dan menjadi pengganjal dihatiku, aku tak seberani itu mengungkapkannya. Aku takut kau tersinggung dengan kata-kataku. Terluka dengan kritikan dan akhirnya membuat permasalahan yang baru. Itu artinya aku belum bisa merubahmu hanya menunggu kau tersadar sendiri dengan sikap diamku.

Seraya orang yang telah jatuh cinta. Cinta itu menutupi kecacatan orang yang dicintainya, dengan cinta itu aku merasa kau lebih baik dari kebanyakan orang.

Aku bersyukur atas anugrah keindahan itu. Beruntung sekali aku mendapatkanmu, memang tidak sempurna, tidak sepenuhnya sesuai keinginan. Karena keinginan itu selalu mencari cela aib orang.

Sekarang, aku menerimamu apa adanya. Bersyukur atas kelebihanmu dan menganggapnya sebagai anugerah. Hidupmu tak akan ku sia-siakan. Akan selalu kujaga dalam hati yang terdalam.

Karena cinta yang tulus adalah cinta yang mampu menerima apa adanya dan ketulusan itu akan memperkuat hubungan kita bertahan lama.

Terkadang cinta membuat seseorang menjadi filosofi. ah..begitu bahagianya memiliki cinta.

Aku Takut Kehilanganmu

Seutuhnya aku tak tahu dari mana awalnya perasaan ini bergejolak saat bersamamu. Terlebih aku tak tahu mengapa kau begitu setia menemani hari-hariku. Kebahagiaanku terasa lebih lengkap jika berbagi denganmu.

Kau pernah memikirkan siapa aku? Jika teringat itu dan menjadi kenyataan. Butuh waktu yang sangat lama untuk menceritakan siapa aku. Kau harus duduk disampingku dan aku mengatakannya perlahan dalam bisikan.

Bagaimana perasaanmu seandainya kau tahu siapa aku. Terkejut, terharu, bangga, atau mungkin kau akan kecewa. Biarlah waktu yang menguraikan teka-teki itu. Kau bisa mengenaliku jika kau tetap bersama disini.

Dan jika akhirnya kau meninggalkan aku karena itu, maka aku akan menerimanya lapang dada. Mungkin itulah respons terbaik yang kau lakukan. Kalaulah kau tetap menemani, syukur yang tak terbatas akan kusampaikan kehadirat Tuhan yang maha Penyayang, maha Pengasih, dan maha Bijaksana.

Aku takut kehilanganmu. Lepas darimu adalah lepas dari segalanya. Kehilangan impian, kehilangan kebahagiaan, mungkin juga kisahku akan berakhir disini.

Perlu kau tahu, aku tak akan pernah memujamu jika kau tak membuat aku bahagia. Aku tak akan setakut ini kehilanganmu jika kau tak pernah menyayangiku.

Manusia tanpa cacat hanyalah sebatas khayalan, mustahil jika manusia sempurna seutuhnya karena manusia memiliki nafsu. Seandainya ada yang kurang dariku dan merupakan suatu kekurangan, aku ingin kau menganggapnya sebagai kewajaran manusia sejati. Mungkin tak banyak yang bisa aku lakukan.

Memperbaiki kesalahan adalah sebuah usaha, karena tak semudah itu menghapus kesalahan dalam kehidupan. Tak seperti saat kita mengetik tulisan dalam computer yang bisa kita delete, dan kita gantikan dengan kata-kata baru tanpa terlihat jejak kesalahan sebelumnya.

Saat langkah terhenti dan otak tak menemukan jalan, hanya tersisa kata maaf. Jurus ampuh yang prosentasenya tak bisa di tebak . mungikn bisa memperbaiki keadaan, mungkin juga masih menyisakan kekecewaan berbaur luka. Wallahu alam, hanya kau dan Allah yang tahu apa yang ada dalam fikiranmu.

Selebihnya aku, menghaturkan janji dan tak akan mengulanginya. Memang bukan sebuah jaminan akan kesempurnaan. Bukan khilaf yang diniati sebelumnya. Tapi itulah batas kelemahan manusia.

Semoga kau dapat memahami cinta yang telah kupersembahkan ini.