Selasa, 12 Januari 2010

11 january 2010



Dalam kanvas ingatan 11 januari 2010
Pagi ini aku merapikan pakaian ku dan berdandandan elok. Bersiap untuk menyiapkan pertemuan yang aku nantikan dengan pria yang aku cintai. Beberapa hari ini aku terlibat perseteruan besar,. Aku berharap kali ini aku berhasil memperbaiki puing-puing cinta yang sebelumnya telah aku hancurkan.
“Reva… makan dulu sayaang”.. mama memanggil dengan kata-kata mesranya. Seperti biasa mama selalu menyiapkan segala kebutuhanku. Tapi tak kuhiraukan kata-katanya. Aku takut tertinggal metro mini yang akan mengantarkan ku di bunderan cibiru. Tempat aku berjanji akan menemui kakak ku kireina . aku sudah rindu armada merah-putih yang senantiasa mengantarkan ku ke tempat yang aku mau. Akrab kupanggil benda itu dengan sebutan brang-brang (motor pribadi kesayanganku).
Sial..!! metro mini ini sering berhenti menunggu penumpang lainnya. Padahal sudah habis semua tempat duduk. Bersama matahari yang semakin naik terasa membakar kulitku. Ingin rasanya aku banting sopir tua itu. Tapi aku bertahan disini sampai kendaraan ini sampai pada tujuanku. Tak lama dari itu naik segerombolan anak SMA kedalam bis . membuat keadaan disana semakin kacau bagiku. Jika dilihat secara fisik dan kasat mata, bis ini sudah tak layak operasi. Dengan atapnya yang sudah rapuh, kursi yang sudah tak nyaman diduduki. Tapi sopir ini terus memaksakan diri. Ya… semakin panas lagi. Aku terus bergumam mengeluhkan keadaan ini.
Sesampainya di jalan Ahmad Nasution itu aku berdiri di depan apotek menunggu kireina mengembalikan brang-brang. Sudah dua puluh menit.. detik jam terus berputar. Tapi kireina tak muncul juga. Sempat muncul di otak jailku. Pura-pura saja aku menjadi pembeli di aoptek itu agar aku mendapatkan tempat duduk setidaknya aku terhindar dari matahari yang tak bersahabat. Tapi tak kulakukan itu. Aku tetap berdiri menanti kireina. Ahh.. pakaianku tampak kusut, dalam cermin itu ku lihat make-up tak terlihat lagi di wajahku. Hanya keringat yang terus keluar dari pori-pori dan menghancurkan penampilanku hari ini.
Dalam penantian itu aku tak tahu cara apa yang bisa aku pakai sebagai alasan untuk mempertemukanku dengan Tara. pria yang ingin aku temui. Mengingat Tara sedang menyelesaikan tugasku menggandakan CD. Aku kirim saja pesan singkat “Tara.. reva sedang di depan apotek bunderan, reva mau ambil CD nya. Biar nanti reva yang datang ke kostan kamu”. Aku harap pesan pembuka itu dapat dimengerti. Tak kukira dia datang menghampiriku. Dengan motor cepernya itu dia menawarkan tumpangannya. Tapi aku monolak tawarannya karena aku sudah memiliki janji dengan kireina. Sepuluh menit setelah Tara meninggalkanku, batang hidung kireina belum juga terlihat. Benar-benar kesal menunggu sesuatu dengan kesendirian.
Banting sana banting sini. Sudah tak betah diam dengan kaki yang semakin pegal. Akhirnya.. disebrang jalan sana kireina datang, dia menyuruhku menyebrang. Kesal sudah aku terhadap kelakuannya, aku ingin dia yang menghampiriku. Tapi mustahil mengingat kireina merupakan pengendara pemula dia tak mugkin bisa menyebrangkan motor. Sudahlah aku mengalah, kudekati dirinya dan segera kunaiki motor itu menuju kostan Tara dengan membiarkan kireina berjalan kaki mencari mobil angkot yang akan membawanya pulang.
Sesampainya di kostan Tara yang berukuran 5x3 meter itu tak banyak kata yang aku lontarkan. Dengan suasana kaku itu aku hanya dapat berkata “aku ambil CDnya, maaf sudah merepotkan”. Lalu Tara menggenggam erat tanganku dengan sangat hangat. “tunggu va.. Tara ingin kita mengakhiri hubungan ini dengan cara yang baik”. Dia mengeja kata-katanya dan aku mengucapkan permintaan maaf atas kekurangan ku selama ini serta berterimakasih atas apa yang selama ini Tara berikan pada ku.
sesaat mata ini tertuju pada jari manisnya, disana terpasang cin-cin perak bermotiv ikan. Tak lain adalah cin-cin yang pernah dipakai ria. Adik angkat yang selalu ia ceritakan dengan penuh kasih sayang. Tapi tak kupedulikan itu. Aku bertahan meredam emosi dan tak lama dari kejadian itu handphone qwerty nya bergetar. Aku baca kotak dialog pesan pada tampilan layar depan tertulis sebuah laporan pesan gagal pada Vic. “Anjing..” kata-kata spontan menemani emosiku yang saat itu membludak. Vic adalah wanita yang paling aku benci, entah apa yang dilakukan wanita itu yang jelas aku tak suka Tara berhubungan dengan dia. Terlebih lagi Tara pernah berjanji untuk tidak akan pernah menghubunginya lagi.
Sakit sekali, bagai disiram larutan garam diatas luka yang masih basah . otak panasku berkata bahwa Tara sudah menghianatiku mentah-mentah . baru lima menit tadi dia katakana padaku sakitnya kehilangan seorang reva dan begitu berat melepas kepergianku. Tapi itu hanyalah kata-kata gombal tak memiliki arti apapun bagai puisi-puisi pujangga para idiot. Aku muak pada laki-laki berbadan gelap itu. Niatku untuk memperbaiki hubungan ini aku cabut.
Sesegera aku pergi meninggalkan kamarnya yang tak rapih dengan seribu kekecewaan dan dendam yang membara. Aku berjanji untuk mengahcurkan Tara. seperti apa yang ia lakukan padaku hari ini. Aku tak terima dengan perlakuannya. Siapa dia?? Berani menghianati ku.
Aku belokan stir motor menuju kostan ku . Aku membantingkan badan diatas kasur beralas sprai merahmuda. Dipojok kanan terlihat dua boneka besar yang selama ini kujaga dan kurawat. Mengingat dua boneka itu adalah pemberian Tara, aku masukkan keduanya dalam plastic besar. Aku tak mau ada suatu apapun yang dapat mengingatkanku pada laki-laki jahat itu. Aku termotivasi mengumpulkan barang-barang yang berkaitan dengan Tara dan segera aku kembalikan padanya. Tanpa memperimbangkan moment-moment indah saat Tara memberikannya padaku dengan tulus.
Aku lempar semua barang-barang itu di depan kamarnya. Dan aku bergegas meninggalkan tempat panas ini. Tiba-tiba handphone biru ku bergetar, sesaat setelah ku buka tas kotak hitam itu mataku tersinar oleh kilauan permata dikalung dolphin yang juga pemberian Tara. ah.. Sial.. lagi-lagi harus kukembalikan pada Tara. malas sekali jika aku harus kembali ke kamarnya. Kukirim saja pesan singkat pada nya “aku tunggu di depan kostan kamu, ada sesuatu yang harus aku berikan”. Dengan nada seruan itu Tara datang. Langsung saja ku berikan kalung itu. Tapi Tara malah menaruhnya di kotak motorku. Aku paksa dia agar mengambilnya tapi dia malah pergi membiarkan kalung itu terjatuh diatas aspal berdebu. Sudahlah aku simpan saja kalung itu dikamarnya. Aku lebmpar kalung itu lewat jendela kamarnya yang terbuka. Dan aku kembali pada motor kesayanganku. Sialnya Tara mengambil kunci motor yang masih digantung disana.
kamu fikir aku ga bisa pulang tanpa motor ,apa?? Aku bisa ngelakuin apapun yang aku mau!! Ambil saja motor itu biar kamu puas
dengan nada penuh kekesalan aku pergi menuju gerbang kostannya. Lalu Tara menarik tanganku dengan kasar, melontarkan kata-kata dengan nada membentak. Sungguh semuanya semakin membuat aku muak melihatnya. Banyak orang-belalu lalang melihat event buruk ini. Dan aku tahu sikap ini sangatlah tidak dewasa. Aku redam emosikiu dan sedikit mengalah mengikuti keinginannya untuk membicarakan semauanya dengan lapang dada . aku dan Tara kembali menuju kamar. Duduk manis dan mebicarakannya secara perlahan. Tara memintaku untuk mengambil semua barang pemberiannya, tapi aku tetap pada pendirianku. Biarkan saja dia meminta, hingga bersujudpun tak akan aku pedulikan.
Tara mengucapkan kata-kata dengan sangat hati-hati, terlihat mengeja dan terbata-bata. Aku membiarkannya berbicara panjang lebar tanpa menghiraukan sedikitpun. Aku hanya mendengarkan kata-kata yang monoton tanpa menanggapinya. Dimatanya kulihat ada air mata menggenang tak terbendung. Airmatanya jatuh diatas tanganku. Terasa hangat dan mengharukan. Jujur, aku masih sangat menyayanginya. Tapi aku mencoba memperlihatkan sikap tegas yang begitu dingin. Membuatnya merasa bersalah setidaknya membuat aku merasa puas. Aku ingin dia merasakan segala kekecewaanku. Aku terus mengingat perlakuannya yang begitu kasar diluar sana. Tara menjorokan kepalaku, benar-benar merupakan hal yeng melecehkan derajatku sebagai manusia. Aku terus mengingatnya agar hati ini tak luluh oleh kata-kata tak berbobot itu.
Kurasa hubungan yang awalnya membaik ini sudah cukup!! Aku putuskan ikatan ini tanpa pengharapan untuk kembali sedikitpun. Perlakuan kasarnya membuat ku jera. Aku takut hal itu terulangi, apalagi datang dari orang yang begitu aku cinta. Selamat jalan Tara.. semoga kau mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku sadar.. aku hanyalah manusia yang jauh dari kesempurnaan dengan segudang ketrbatasan.
// komentar sang penulis:
Dalam lubuk hati ini kuikhlaskan kepergian mu.. semoga cerita yang kutulis ini dapat menjadi sebuah kenangan nyata dan memotivasi kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi..
Reva sayang Tara //

2 komentar:

i wish u give your comment :)